Harta Karun Emas Indonesia atau yang sering di sebut sebagai
"Misteri Harta Karun Emas Bung Karno"
“The Green Hilton Memorial Agreement ” di Geneva pada 14 November 1963
Inilah perjanjian yang paling menggemparkan dunia. Inilah perjanjian
yang menyebabkan terbunuhnya Presiden Amerika Serikat John Fitzgerald
Kennedy (JFK) 22 November 1963. Inilah perjanjian yang kemudian menjadi
pemicu dijatuhkannya Bung Karno dari kursi kepresidenan oleh jaringan
CIA yang menggunakan ambisi Soeharto. Dan inilah perjanjian yang hingga
kini tetap menjadi misteri terbesar dalam sejarah ummat manusia.
Perjanjian “The Green Hilton Memorial Agreement” di Geneva (Swiss) pada 14 November 1963
Dan, inilah perjanjian yang sering membuat sibuk setiap siapapun yang
menjadi Presiden RI. Dan, inilah perjanjian yang membuat sebagian orang
tergila-gila menebar uang untuk mendapatkan secuil dari harta ini yang
kemudian dikenal sebagai “salah satu” harta Amanah Rakyat dan Bangsa
Indonesia. Inilah perjanjian yang oleh masyarakat dunia sebagai Harta
Abadi Ummat Manusia. Inilah kemudian yang menjadi sasaran kerja tim
rahasia Soeharto menyiksa Soebandrio dkk agar buka mulut. Inilah
perjanjian yang membuat Megawati ketika menjadi Presiden RI menagih
janji ke Swiss tetapi tidak bisa juga. Padahal Megawati sudah
menyampaikan bahwa ia adalah Presiden RI dan ia adalah Putri Bung Karno.
Tetapi tetap tidak bisa. Inilah kemudian membuat SBY kemudian membentuk
tim rahasia untuk melacak harta ini yang kemudian juga tetap mandul.
Semua pihak repot dibuat oleh perjanjian ini.
Perjanjian itu bernama “Green Hilton Memorial Agreement Geneva”. Akta
termahal di dunia ini diteken oleh John F Kennedy selaku Presiden AS,
Ir Soekarno selaku Presiden RI dan William Vouker yang mewakili Swiss.
Perjanjian segitiga ini dilakukan di Hotel Hilton Geneva pada 14
November 1963 sebagai kelanjutan dari MOU yang dilakukan tahun 1961.
Intinya adalah, Pemerintahan AS mengakui keberadaan emas batangan
senilai lebih dari 57 ribu ton emas murni yang terdiri dari 17 paket
emas dan pihak Indonesia menerima batangan emas itu menjadi kolateral
bagi dunia keuangan AS yang operasionalisasinya dilakukan oleh
Pemerintahan Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS).
Pada dokumen lain yang tidak dipublikasi disebutkan, atas penggunaan
kolateral tersebut AS harus membayar fee sebesar 2,5% setahun kepada
Indonesia. Hanya saja, ketakutan akan muncul pemimpinan yang korup di
Indonesia, maka pembayaran fee tersebut tidak bersifat terbuka. Artinya
hak kewenangan pencairan fee tersebut tidak berada pada Presiden RI
siapa pun, tetapi ada pada sistem perbankkan yang sudah dibuat
sedemikian rupa, sehingga pencairannya bukan hal mudah, termasuk bagi
Presiden AS sendiri.
Account khusus ini dibuat untuk menampung aset tersebut yang hingga
kini tidak ada yang tahu keberadaannya kecuali John F Kennedy dan
Soekarno sendiri. Sayangnya sebelum Soekarno mangkat, ia belum sempat
memberikan mandat pencairannya kepada siapa pun di tanah air. Malah jika
ada yang mengaku bahwa dialah yang dipercaya Bung Karno untuk
mencairkan harta, maka dijamin orang tersebut bohong, kecuali ada
tanda-tanda khusus berupa dokumen penting yang tidak tahu siapa yang
menyimpan hingga kini.
Menurut sebuah sumber di Vatikan, ketika Presiden AS menyampaikan
niat tersebut kepada Vatikan, Paus sempat bertanya apakah Indonesia
telah menyetujuinya. Kabarnya, AS hanya memanfaatkan fakta MOU antara
negara G-20 di Inggris dimana Presiden Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) ikut menanda tangani suatu kesepakatan untuk memberikan
otoritas kepada keuangan dunia IMF dan World Bank untuk mencari sumber
pendanaan alternatif. Konon kabarnya, Vatikan berpesan agar Indonesia
diberi bantuan. Mungkin bantuan IMF sebesar USD 2,7 milyar dalam
fasilitas SDR (Special Drawing Rights) kepada Indonesia pertengahan
tahun lalu merupakan realisasi dari kesepakatan ini, sehingga ada isyu
yang berkembang bahwa bantuan tersebut tidak perlu dikembalikan. Oleh
Bank Indonesia memang bantuan IMF sebesar itu dipergunakan untuk
memperkuat cadangan devisa negara.
Kalau benar itu, maka betapa nistanya rakyat Indonesia. Kalau benar
itu terjadi betapa bodohnya Pemerintahan kita dalam masalah ini. Kalau
ini benar terjadi betapa tak berdayanya bangsa ini, hanya kebagian USD
2,7 milyar. Padahal harta tersebut berharga ribuan trilyun dollar
Amerika. Aset itu bukan aset gratis peninggalan sejarah, aset tersebut
merupakan hasil kerja keras nenek moyang kita di era masa keemasan
kerajaan di Indonesia.
Asal Mula Perjanjian “Green Hilton Memorial Agreement”
Setelah masa perang dunia berakhir, negara-negara timur dan barat
yang terlibat perang mulai membangun kembali infrastrukturnya. Akan
tetapi, dampak yang telah diberikan oleh perang tersebut bukan secara
materi saja tetapi juga secara psikologis luar biasa besarnya.
Pergolakan sosial dan keagamaan terjadi dimana-mana. Orang-orang
ketakutan perang ini akan terjadi lagi. Pemerintah negara-negara barat
yang banyak terlibat pada perang dunia berusaha menenangkan rakyatnya,
dengan mengatakan bahwa rakyat akan segera memasuki era industri dan
teknologi yang lebih baik. Para bankir Yahudi mengetahui bahwa
negara-negara timur di Asia masih banyak menyimpan cadangan emas. Emas
tersebut akan di jadikan sebagai kolateral untuk mencetak uang yang
lebih banyak yang akan digunakan untuk mengembangkan industri serta
menguasai teknologi. Karena teknologi Informasi sedang menanti di zaman
akan datang.
Sesepuh Mason yang bekerja di Federal Reserve (Bank Sentral di
Amerika) bersama bankir-bankir dari Bank of International Settlements /
BIS (Pusat Bank Sentral dari seluruh Bank Sentral di Dunia) mengunjungi
Indonesia. Melalui pertemuan dengan Presiden Soekarno, mereka mengatakan
bahwa atas nama kemanusiaan dan pencegahan terjadinya kembali perang
dunia yang baru saja terjadi dan menghancurkan semua negara yang
terlibat, setiap negara harus mencapai kesepakatan untuk mendayagunakan
kolateral Emas yang dimiliki oleh setiap negara untuk program-program
kemanusiaan. Dan semua negara menyetujui hal tersebut, termasuk
Indonesia. Akhirnya terjadilah kesepakatan bahwa emas-emas milik
negara-negara timur (Asia) akan diserahkan kepada Federal Reserve untuk
dikelola dalam program-program kemanusiaan. Sebagai pertukarannya,
negara-negara Asia tersebut menerima Obligasi dan Sertifikat Emas
sebagai tanda kepemilikan. Beberapa negara yang terlibat diantaranya
Indonesia, Cina dan Philippina. Pada masa itu, pengaruh Soekarno sebagai
pemimpin dunia timur sangat besar, hingga Amerika merasa khawatir
ketika Soekarno begitu dekat dengan Moskow dan Beijing yang notabene
adalah musuh Amerika.
Namun beberapa tahun kemudian, Soekarno mulai menyadari bahwa
kesepakatan antara negara-negara timur dengan barat (Bankir-Bankir
Yahudi dan lembaga keuangan dunia) tidak di jalankan sebagaimana
mestinya. Soekarno mencium persekongkolan busuk yang dilakukan para
Bankir Yahudi tersebut yang merupakan bagian dari Freemasonry. Tidak ada
program-program kemanusiaan yang dijalankan mengunakan kolateral
tersebut. Soekarno protes keras dan segera menyadari negara-negara timur
telah di tipu oleh Bankir International. Akhirnya Pada tahun 1963,
Soekarno membatalkan perjanjian dengan para Bankir Yahudi tersebut dan
mengalihkan hak kelola emas-emas tersebut kepada Presiden Amerika
Serikat John F.Kennedy (JFK). Ketika itu Amerika sedang terjerat utang
besar-besaran setelah terlibat dalam perang dunia. Presiden JFK
menginginkan negara mencetak uang tanpa utang. Karena kekuasaan dan
tanggung jawab Federal Reserve bukan pada pemerintah Amerika melainkan
di kuasai oleh swasta yang notabene nya bankir Yahudi. Jadi apabila
pemerintah Amerika ingin mencetak uang, maka pemerintah harus meminjam
kepada para bankir yahudi tersebut dengan bunga yang tinggi sebagai
kolateral. Pemerintah Amerika kemudian melobi Presiden Soekarno agar
emas-emas yang tadinya dijadikan kolateral oleh bankir Yahudi di alihkan
ke Amerika. Presiden Kennedy bersedia meyakinkan Soekarno untuk
membayar bunga 2,5% per tahun dari nilai emas yang digunakan dan mulai
berlaku 2 tahun setelah perjanjian ditandatangani. Setelah dilakukan MOU
sebagai tanda persetujuan, maka dibentuklah Green Hilton Memorial
Agreement di Jenewa (Swiss) yang ditandatangani Soekarno dan John
F.Kennedy. Melalui perjanjian itu pemerintah Amerika mengakui Emas
batangan milik bangsa Indonesia sebesar lebih dari 57.000 ton dalam
kemasan 17 Paket emas
Melalui perjanjian ini Soekarno sebagai pemegang mandat terpercaya
akan melakukan reposisi terhadap kolateral emas tersebut, kemudian
digunakan ke dalam sistem perbankan untuk menciptakan Fractional Reserve
Banking terhadap dolar Amerika. Perjanjian ini difasilitasi oleh
Threepartheid Gold Commision dan melalui perjanjian ini pula kekuasaan
terhadap emas tersebut berpindah tangan ke pemerintah Amerika.
Dari kesepakatan tersebut, dikeluarkanlah Executive Order bernomor
11110, di tandatangani oleh Presiden JFK yang memberi kuasa penuh kepada
Departemen Keuangan untuk mengambil alih hak menerbitkan mata uang dari
Federal Reserve. Apa yang pernah di lakukan oleh Franklin, Lincoln, dan
beberapa presiden lainnya, agar Amerika terlepas dari belenggu sistem
kredit bankir Yahudi juga diterapkan oleh presiden JFK. salah satu kuasa
yang diberikan kepada Departemen keuangan adalah menerbitkan sertifikat
uang perak atas koin perak sehingga pemerintah bisa menerbitkan dolar
tanpa utang lagi kepada Bank Sentral (Federal Reserve)
Tidak lama berselang setelah penandatanganan Green Hilton Memorial
Agreement tersebut, presiden Kennedy di tembak mati oleh Lee Harvey
Oswald. Setelah kematian Kennedy, tangan-tangan gelap bankir Yahudi
memindahkan kolateral emas tersebut ke International Collateral Combined
Accounts for Global Debt Facility di bawah pengawasan OITC (The Office
of International Treasury Control) yang semuanya dikuasai oleh bankir
Yahudi. Perjanjian itu juga tidak pernah efektif, hingga saat Soekarno
ditumbangkan oleh gerakan Orde baru yang didalangi oleh CIA yang
kemudian mengangkat Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Sampai
pada saat Soekarno jatuh sakit dan tidak lagi mengurus aset-aset
tersebut hingga meninggal dunia. Satu-satunya warisan yang ditinggalkan,
yang berkaitan dengan Green Hilton Memorial Agreement tersebut adalah
sebuah buku bersandi yang menyembunyikan ratusan akun dan sub-akun yang
digunakan untuk menyimpan emas, yang terproteksi oleh sistem rahasia di
Federal Reserve bernama The Black screen. Buku itu disebut Buku Maklumat
atau The Book of codes. Buku tersebut banyak di buru oleh kalangan
Lembaga Keuangan Dunia, Para sesepuh Mason, para petinggi politik
Amerika dan Inteligen serta yang lainnya. Keberadaan buku tersebut
mengancam eksistensi Lembaga keuangan barat yang berjaya selama ini.
Sampai hari ini, tidak satu rupiah pun dari bunga dan nilai pokok
aset tersebut dibayarkan pada rakyat Indonesia melalui pemerintah,
sesuai perjanjian yang disepakati antara JFK dan Presiden Soekarno
melalui Green Hilton Agreement. Padahal mereka telah menggunakan emas
milik Indonesia sebagai kolateral dalam mencetak setiap dollar.
Hal yang sama terjadi pada bangsa China dan Philipina. Karena itulah
pada awal tahun 2000-an China mulai menggugat di pengadilan Distrik New
York. Gugatan yang bernilai triliunan dollar Amerika Serikat ini telah
mengguncang lembaga-lembaga keuangan di Amerika dan Eropa. Namun gugatan
tersebut sudah lebih dari satu dasawarsa dan belum menunjukkan
hasilnya. Memang gugatan tersebut tidaklah mudah, dibutuhkan kesabaran
yang tinggi, karena bukan saja berhadapan dengan negara besar seperti
Amerika, tetapi juga berhadapan dengan kepentingan Yahudi bahkan
kabarnya ada kepentingan dengan Vatikan. Akankah Pemerintah Indonesia
mengikuti langkah pemerintah Cina yang menggugat atas hak-hak emas
rakyat Indonesia yang bernilai Ribuan Trilyun Dollar…(bisa untuk
membayar utang Indonesia dan membuat negri ini makmur dan sejahtera)..