Ilustrasi Alien
Kuranglah adil rasanya andai UFO yang diceritakan cumalah UFO made in
luar negeri. Di negeri kita sendiri tidak sedikit terjadi perjumpaan
antara manusia dengan makhluk-makhluk langit tersebut. Di antara yang
rada-rada bisa dipercaya ialah kesaksian seniman rupa Sudjana Kerton
yang mengaku diculik UFO di Dago Pakar.
Sebelum berangkat ke luar negeri, Kerton yang pelukis tidak pernah tahu
apa itu UFO, lebih-lebih lagi untuk mempercayainya. Namun, setelah ia
bermukim di negerinya Paman Sam, ia telah mengalami pemandangan aneh
yang seumur hidup tidak akan dilupakannya. Tatkala itu ia tengah berada
di Denver. Bumi rata Denver romantis tersepuh cahaya bulan penuh! Kerton
tengah memandang langit dari sebuah park. Tatkala tiba-tiba dikejutkan
oleh sebuah fenomena aneh berada tinggi dari cakrawala. Ternyata "benda"
yang dilihatnya itu berbentuk cerutu besar yang tengah melayang diam di
atas langit, yang tubuhnya berubah-ubah warna hijau - kuning. Dan
setelah cukup lama diperhatikannya, dari seputar benda (pesawat tak
dikenal) itu menyorot lampu-lampu yang tak terhitung banyaknya. Itu
terjadi pada bulan Agustus 1953.
Alien
Setelah kejadian di Denver malam itu, Kerton mulai tertarik membaca
buku-buku laporan mengenai UFO yang ditulis oleh berbagai penulis
kawakan di seluruh pelosok dunia. Dan dari beberapa referensi yang
dibacanya, ia menemukan kesimpulan sementara bahwa mungkin saja yang
dilihatnya di Denver malam itu adalah pesawat induk (mothership) dari
angkasa luar yang juga pernah dipergoki dan dipotret oleh George Adamski
di Desert Centre.
Setelah mengalami pengelihatan berkesan itu, kerap muncul firasat yang
menggoda seakan-akan "berbisik" sebuah perintah bahwa ia berserta
keluarga mesti cepat-cepat pulang ke Indonesia guna membangun sebuah
rumah di atas perbukitan. Entah bagaimana, ternyata firasat yang berupa
"perintah" tersebut tanpa pikir panjang diturut oleh sang seniman yang
menjadi tukan melamun itu. Maka pulanglah ia ke Bandung dengan memboyong
isteri bule yang berkebangsaan Amerika beserta putrinya yang blaster.
Setelah itu segeralah ia membangun rumah di perbukitan Pakar yang
strategis, yang bentuknya koq cukup aneh yang mirip piring terbang.
Dalam ceramah khusus di hadapan Rotary Club, yang juga saya sendiri
hadir di sana, Sudjana Kerton banyak menuturkan pengalaman khusus
setelah mendiami "sangkar bundarnya" yang terpencil. Ternyata UFO tidak
saja betah di Denver atau New York, tetapi bukit Pakar yang tak
kesohorpun dikunjunginya berkali-kali, seakan-akan para pilot UFO telah
tahu bahwa Kerton pulang ke tanah leluhurnya.
Dalam pengakuannya, seniman yang telah memiliki reputasi internasional
itu, sering sekali menyaksikan piring terbang yang menyorotkan
sinar-sinar aneh di atas rumahnya, yang isterinya sendiri tidak
melihatnya. Oleh kenyataan itu, sering sang isteri yang bule menuduh
crazy kepada Kerton yang digilai piring terbang. Namun, pengalaman yang
paling berkesan kepadanya ialah tatkala ia "didatangi" piring terbang di
larut malam tahun 1979 yang sunyi tatkala ia sambil setengah ngantuk
membaca buku sendirian. Pesawat asing berwujud cakram yang kerap
disaksikannya itu menyorotkan cahaya ke perbukitan Dago Pakar di malam
hari seakan-akan mencari sesuatu, kali ini meluncur mendekat ke arah
sanggar Kerton. Ya, mendekat dan terus mendekat, sehingga kilaunya
memantul ke pucuk pepohonan di sanggar sang seniman.
Ia tersentak terkejut bukan main karena wahana yang menyilaukan itu
semakin dekat saja seakan ingin melahapnya. Tiba-tiba menyorotlah sinar
aneh ke sekujur tubuhnya, yang seakan-akan menghipnotis kesadarannya.
Jiwanya berontak ingin lari menjauh, namun apa daya tangan tak sampai,
tubuh serasa kaku, lemas, bersama kesadaran asing yang menyelimutinya.
Dalam "setengah mimpinya" itu, tiba-tiba Kerton merasa dijemput dua
makhluk asing mirip robot setinggi kira-kira 95 cm. Dan oleh kedua
makhluk yang jalannya "kaku" itu, Kerton dituntun tanpa mampu menolak,
melewati pekarangan rumahnya, lantas diboyong ke pesawat yang mengambang
di atas tanah, lewat berkas cahaya yang menyilaukan seakan sebuah
tangga elektromagnetik yang amat halus.
Dalam "setengah mimpi", Kerton merasa dibawa ke sebuah tempat yang amat
asing yang warnanya serba putih, sambil ia sendiri bertanya-tanya dalam
hati: masihkah ia berada dalam pesawat, ataukah telah diboyong ke sebuah
planet yang jauh?
Dalam setengah sadar, di tempat yang sarwa putih itu, Sudjana Kerton
berjumpa dengan empat orang "makhluk asing" yang juga sarwa putih dengan
tinggi kira-kira lebih dari 3 meter. Kerton masih ingat bahwa
makhluk-makhluk besar jangkung itu mirip-mirip orang mongol, dengan mata
yang sipit yang ujung-ujungnya mencuat sedikit ke atas, mulut mereka
tampak sekadar garis tipis yang melintang, hidung tajam, disertai kepala
yang pada botak tanpa rambut.
Masih dalam suasana setengah sadar, Kerton tak ingat persis apa yang
telah dilakukan "makhluk-makhluk asing" itu terhadapnya tatkala ia
berada di tempat yang putih itu. Maka barulah ia sadar, setelah
tiba-tiba kembali di tempat semula (di beranda rumahnya), tempat ia
diculik dua manusia robot. O ya, ternyata tersisa sekilas ingat tatkala
ia pertama tiba di dalam pesawat asing itu, menyaksikan gambar yang
rumit yang terukir di dinding (mungkin peta bintang).
Tatkala pulih kesadarannya, UFO itu lenyaplah sudah. Sekilas merinding
setelah ia ingat mimpi buruk telah terjadi. Memang mula-mula peristiwa
yang tak ada duanya itu dianggap cuma mimpi. Namun, ooohhhh..., kakinya
ternyata penuh lumpur!
Di dalam kebingungan yang semakin menyelubungi, sang mentari semakin
menyiangkan alam, akhirnya Kerton sadar bahwa ia "pengalaman itu"
tidaklah sekedar mimpi, lebih-lebih lagi setelah disaksikannya gamblang
bekas kaki-kakinya sendiri serta bekas kaki-kaki makhluk-makhluk asing
itu terlukis jelas di tanah pekarangannya, yang basah dan gembur.
Setiap bangun pagi-pagi, biasanya Kerton melepas ayam-ayam peliharaannya
untuk diawur (diberi gabah). Namun, aneh pada pagi setelah kejadian
itu, ayam-ayamnya ternyata pada munyung (sakit), tak mau keluar kandang
selama tiga hari, seakan-akan merasakan ketakutan yang luar biasa.
Mungkinkah disebabkan karena pengaruh "elektromagnetik" yang dipancarkan
piring terbang itu?
Guna mengukuhkan bukti-bukti yang autentik dalam peristiwa yang luar
biasa itu, Sudjana Kerton tak lupa membikin cetakan coran gips dari
bekas kaki sang penculik yang andai diperhatikan cukup teliti tampak
jelas jemari kaki-kaki itu berwujud runcing canggih seakan panjang
pendeknya bisa distel, disesuaikan dengan situasi kemiringan tanah yang
diinjaknya. Rupanya makhluk-makhluk pendek yang menuntut Kerton itu cuma
robot yang dikemudikan langsung dari kokpit piring terbang.