Riset
untuk mencari solusi agar kapal selam mampu mengisi baterai saat berlayar di
kedalaman telah dirintis Jerman dan Rusia pada dasa warsa tahun 1930-an. Saat
itu kedua negara secara terpisah mengembangkan apa yang disebut Closed-Cycle
Diesels (CCD) atau Disel Daur Tertutup. Prinsipnya sama dengan kerja disel
biasa, namun kebutuhan oksigen untuk pembakarannya diambil dari kapal selam itu
sendiri. Jerman menggunakan sistem ini yang dinamakan Walter Engine selama
tahun 1940-an. Pada periode yang sama Rusia memasang mesin ini pada kapal selam
kelas ‘Quebec’ dan digunakan sampai tahun 1970. Langkah tersebut menjadi awal
penerapan sistem pendorongan kapal selam yang tidak tergantung oleh udara luar
atau populer dengan sebutan Air Independent Propulsion (AIP).
Selama lima puluh tahun sejak tahun
1930, riset dan penemuan sistem AIP terus dilakukan meskipun belum menghasilkan
perangkat yang aman dan efisien sehingga kurang
mendapat prioritas pengembangannya. Kondisi ini diperkuat dengan penemuan kapal
selam bertenaga nuklir yang kemampuan jelajah selamnya jauh lebih tinggi dari
kapal selam konvensional. Namun demikian pengembangan kapal selam mutakhir ini
hanya dilakukan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Rusia, Inggris
dan Perancis.
Kecelakaan demi kecelakaan yang dialami kapal selam konvensional bertenaga baterai dan disel sikius tertutup milik Rusia dan Jerman, mencuatkan pesimisme pengembangan kapal selam disel masa depan. Selama kurun waktu 1970-1980 tidak ada penemuan penting bagi teknologi AIP. Rusia menghentikan program ini demi keselamatan awakdan kapal selamnya. Langkah aman yang ditempuh saat itu adalah menciptakan baterai kapal selam yang lebih awet untuk memperlama operasi selamnya. Industri kapal selam Rusia terkemuka Rubin lebih memilih mengembangkan kapal selam disel dengan menggunakan baterai berkemampuan tinggi (high performance batteries). Hal ini terlihat pada produk andalannya yaitu kelas Kilo yang diproyeksikan untuk ekspor. Di tempat lain industri kapal selam Jerman Howaldwerke Deutsche (HDW) mengembangkan teknik serupa yang diterapkan pada kapal selam kelas U-209. Bahkan kapal selam jenis ini menempati urutan pertama pilihan berbagai angkatan laut di dunia termasuk TNI AL. Kesuksesan ekspor Jerman tidak mengurungkan tekad negara tersebut untuk membuat kapal selam konvensional yang lebih canggih. Hanya Jerman dan Swedia yang tetap teguh menemukan perangkal yang lebih aman. Swedia mengembangkan program Stirling Engine yang merupakan mesin pembakar dengan pemasok panas eksternal dan menggunakan helium sebagai media kerjanya. Mesin ini menghasilkan tenaga listrik untuk disalurkan ke dalam baterai kapal selam. Selanjutnya mesin ini dipasang pada sejumlah kapal selam kelas Gotland yang dikerjakan oleh perusahaan Kockums. Program yang mulai dilaksanakan pada awal tahun 1980-an ini tetap berjalan sampai sekarang. Jerman sendiri mengembangkan sistem AIP dengan dua cara yang berbeda. Langkah pertama adalah menyempurnakan disel putaran tertutup dengan sistem pendinginan Spray Cooler, penyaluran gas buang yang lebih baik, dan sistem penyeimbang termodinamis. Mesin yang dikembangkan oleh perusahaan Thyssen Nardsce Werte (TSNW), Carlton Deep Sea System (DSS), Motorren and Turbinen Union(M’TV) dan Rotterdam Droogdoog Maatschaapy (RDM) ini pada tahun 1992/1993 dicoba pada kapal selam Jerman tipe U-1. Meskipun percobaan ini berjalan sukses, mesin ini tidak pernah dipasang di jajaran armada kapal selam AL Jerman. Pihak angkatan laut memilih menunggu hasil uji coba dari langkah kedua yaitu AIP dengan teknologi Fuel Cell.
Kecelakaan demi kecelakaan yang dialami kapal selam konvensional bertenaga baterai dan disel sikius tertutup milik Rusia dan Jerman, mencuatkan pesimisme pengembangan kapal selam disel masa depan. Selama kurun waktu 1970-1980 tidak ada penemuan penting bagi teknologi AIP. Rusia menghentikan program ini demi keselamatan awakdan kapal selamnya. Langkah aman yang ditempuh saat itu adalah menciptakan baterai kapal selam yang lebih awet untuk memperlama operasi selamnya. Industri kapal selam Rusia terkemuka Rubin lebih memilih mengembangkan kapal selam disel dengan menggunakan baterai berkemampuan tinggi (high performance batteries). Hal ini terlihat pada produk andalannya yaitu kelas Kilo yang diproyeksikan untuk ekspor. Di tempat lain industri kapal selam Jerman Howaldwerke Deutsche (HDW) mengembangkan teknik serupa yang diterapkan pada kapal selam kelas U-209. Bahkan kapal selam jenis ini menempati urutan pertama pilihan berbagai angkatan laut di dunia termasuk TNI AL. Kesuksesan ekspor Jerman tidak mengurungkan tekad negara tersebut untuk membuat kapal selam konvensional yang lebih canggih. Hanya Jerman dan Swedia yang tetap teguh menemukan perangkal yang lebih aman. Swedia mengembangkan program Stirling Engine yang merupakan mesin pembakar dengan pemasok panas eksternal dan menggunakan helium sebagai media kerjanya. Mesin ini menghasilkan tenaga listrik untuk disalurkan ke dalam baterai kapal selam. Selanjutnya mesin ini dipasang pada sejumlah kapal selam kelas Gotland yang dikerjakan oleh perusahaan Kockums. Program yang mulai dilaksanakan pada awal tahun 1980-an ini tetap berjalan sampai sekarang. Jerman sendiri mengembangkan sistem AIP dengan dua cara yang berbeda. Langkah pertama adalah menyempurnakan disel putaran tertutup dengan sistem pendinginan Spray Cooler, penyaluran gas buang yang lebih baik, dan sistem penyeimbang termodinamis. Mesin yang dikembangkan oleh perusahaan Thyssen Nardsce Werte (TSNW), Carlton Deep Sea System (DSS), Motorren and Turbinen Union(M’TV) dan Rotterdam Droogdoog Maatschaapy (RDM) ini pada tahun 1992/1993 dicoba pada kapal selam Jerman tipe U-1. Meskipun percobaan ini berjalan sukses, mesin ini tidak pernah dipasang di jajaran armada kapal selam AL Jerman. Pihak angkatan laut memilih menunggu hasil uji coba dari langkah kedua yaitu AIP dengan teknologi Fuel Cell.
Fuel Cell merupakan penemuan mutakhir dari teknologi AIP kapal selam. Mesin ini mampu menghasilkan energi listrik untuk baterai kapal selam yang didapat dari proses kimiawi paduan oksigen dan hidrogen. Berbeda dengan sistem AIP sebelumnya, cara kerja perangkat ini tidak menimbulkan suara dan tidak menghasilkan gas buang. Kehadiran sistem ini membuka peluang untuk memodemisasi kapal selam konvensional yang berkemampuan selam setara dengan kapal selam nuklir. Pada tahun 1987/1988 para peneliti Jerman menguji sistem ini pada kapal selam kelas U-1 dengan hasil memuaskan. Setahun kemudian AL Jerman melakukan uji coba kinerja Fuel Cell yang telah dipasang pada salah satu kapal selamnya dan memuaskan para petinggi angkatan laut negeri Bavaria itu. Perusahaan Siemens memenangkan tender untuk memproduksi Fuel Cell ini. Tipe Fuel Cell yang dikembangkan perusahaan ini adalah Polymer Electrolite Membrane(PEM). Alat terdiri dari membrane electrode, elektrode difusi udara, platinium catalyst, dan lembaran-lembaran karbon. Elemen-elemen tersebut bekerja untuk menjadikan percampuran hidrogen dan oksigen menjadi energi listrik tanpa menghasilkan efek panas yang tinggi (sekitar 60 derajat Celcius sedangkan efek panas dari sistem yang lain di atas 180 derajat Celcius) dan energi mekanik. Hasil pembuangan reaksi elektrokimia ini hanya berupa energi listrik dan air. Untuk menghindari risiko, hidrogen disimpan dalam bentuk metal dan diletakkan di sepanjang lambung tekan (pressure hull) kapal selam. Persediaan oksigen untuk PEM Fuel Cell dibuat dalam bentuk cair, dimasukkan dalam tanki-tanki yang disekat secara khusus, dan ditempatkan di bagian luar lambung tekan. Tanki-tanki tersebut dilengkapi dengan alat penguap yang terintegrasi (integrated evaporator). Modul Fuel Cell ini mampu menghasilkan listrik hingga 120 Kw dan memberikan tenaga pada kapal selam untuk melaju pada kecepatan 8 knot selama 14 hari tanpa mengambil cadangan listrik yang tersimpan dalam baterai. Modul ini mampu menghemat energi listrik dari baterai hingga 60 %. Energi listrik yang berasal dari Fuel Cell akan disimpan dalam baterai apabila tidak digunakan. Kemampuan baterai kapal selam sendiri bila digunakan secara terus-menerus dalam operasi normal bisa bertahan sekitar 4 hingga 7 hari. Penggunaan inovasi teknologi penggerak ini memungkinkan kapal selam konvensional mampu menyelam selama tiga minggu terus-menerus tanpa muncul ke permukaan atau snorkling. Dengan kemampuan menyelam sejauh itu memungkinkan kapal selam konvensional mampu melakukan penyusupan ke wilayah sasaran lawan dan bertahan dari kejaran unsur-unsur antikapal selam dalam waktu yang relatif lama. Keuntungan lain dari penggunaan sistem ini adalah pengurangan signature (penampakan) kapal selam dalam suara (noise) dan panas dari gas buang.
Dengan demikian kapal selam disel
dengan AIP Fuel Cell akan makin sulit terdeteksi dan bila kapal selam
dilengkapi dengan sistem tempur dan persenjataan yang canggih maka jarak dengan
kapal selam nuklir akan semakin dekat. Lebih dari itu sistem ini lebih aman dan
mudah perawatannya. Hal ini tentu saja jauh berbeda dengan kapal selam nuklir
yang selalu khawatir dengan kebocoran reaktor dan dampak yang amat merugikan
lingkungan bila terjadi ledakan dari kapal selam. Saat ini Jerman sedang membangun kapal
selam kelas U-212 dan U-214 yang dilengkapi dengan sistem AIP Fuel Cell.
Keduanya dibuat di galangan kapal HDW atas pesanan AL Jerman, AL Italia, dan AL
Yunani. Di samping itu Jerman juga sedang mengkaji modifikasi sistem ini pada
kapal-kapal selam kelas’U-209 yang telah tersebar luas di seluruh dunia.
Pengertian Aip
Propulsi
udara independen (AIP) adalah teknologi yang memungkinkan kapal selam
non-nuklir untuk beroperasi tanpa perlu mengakses oksigen atmosfer (dengan
permukaan atau menggunakan snorkel). AIP dapat menambah atau mengganti sistem
propulsi diesel-listrik kapal non-nuklir.
AIP
biasanya diimplementasikan sebagai sumber tambahan, dengan mesin diesel
penanganan propulsi tradisional di permukaan. Kebanyakan sistem tersebut
menghasilkan listrik yang pada gilirannya mendorong motor listrik untuk
penggerak atau mengisi baterai perahu. Sistem listrik kapal selam juga
digunakan untuk menyediakan "pelayanan hotel" -ventilation,
pencahayaan, pemanasan dll-meskipun ini mengkonsumsi sedikit daya dibandingkan
dengan yang dibutuhkan untuk propulsi.
Manfaat
dari pendekatan ini adalah dapat dipasang ke lambung kapal selam yang ada
dengan memasukkan bagian lambung tambahan. AIP tidak biasanya memberikan daya
tahan atau kekuatan untuk menggantikan penggerak tergantung atmosfer, tetapi
memungkinkan untuk tetap terendam lebih lama dari kapal selam yang lebih
konvensional didorong. Sebuah pembangkit listrik khas konvensional akan
memberikan 3 megawatt maksimum, dan sumber AIP sekitar 10% dari itu. Tanaman
propulsi kapal selam nuklir biasanya jauh lebih besar dari 20 megawatt.
Tertutup Mesin Siklus Diesel
Teknologi
ini menggunakan mesin diesel kapal selam yang dapat dioperasikan secara
konvensional di permukaan, tetapi yang juga dapat diberikan dengan oksidan,
biasanya disimpan sebagai oksigen cair, bila terendam. Karena logam mesin akan
terbakar di oksigen murni, oksigen biasanya diencerkan dengan gas buang daur
ulang. Karena tidak ada gas buang pada awal, argon digunakan.
Selama
Perang Dunia II Kriegsmarine bereksperimen dengan sistem seperti itu sebagai
alternatif sistem peroksida Walter, termasuk varian dari tipe XXVIIB Seehund
cebol kapal selam, yang "Klein U-boot". Hal ini didukung oleh mesin
diesel 95 hp dari jenis yang biasa digunakan oleh Kriegsmarine dan yang
tersedia dalam jumlah besar, dipasok dengan oksigen dari tangki di keel perahu
memegang 1.250 liter pada 4 atm (410 kPa). Ia berpikir mungkin bahwa kapal akan
memiliki kecepatan maksimum terendam 12 kn (22 km / h; 14 mph) dan berbagai 70
mil (110 km), atau 150 mil (240 km) di 7 kn (13 km / h; 8.1 mph).
Pekerjaan Jerman kemudian diperluas oleh
Uni Soviet yang berinvestasi dalam teknologi ini, mengembangkan kecil 650 ton
Quebec-kapal selam kelas yang tiga puluh dibangun antara tahun 1953 dan 1956.
Ini memiliki tiga mesin-dua diesel yang konvensional dan satu ditutup siklus
menggunakan oksigen cair.
Dalam
sistem Soviet, yang disebut "sistem propulsi tunggal", oksigen
ditambahkan setelah gas buang telah disaring melalui bahan kimia berbasis kapur
penyerap. Kapal selam itu juga bisa menjalankan diesel yang menggunakan
snorkel. The Quebec memiliki tiga mesin: a 32D 900 bhp diesel pada poros tengah
dan dua M-50P 700 bhp mesin diesel pada poros luar. Selain 100 hp "merayap"
motor masih ditambah dengan poros tengah. Perahu bisa berjalan pada kecepatan
lambat menggunakan diesel centreline saja. Karena oksigen cair tidak dapat
disimpan untuk waktu besar waktu kapal tersebut tidak bisa beroperasi jauh dari
basis. Itu juga sistem yang berbahaya; setidaknya tujuh kapal selam mengalami
ledakan, dan salah satu dari ini, M-256, tenggelam menyusul ledakan dan
kebakaran. Mereka kadang-kadang dijuluki pemantik rokok. Kapal selam terakhir
menggunakan teknologi ini dibatalkan pada awal tahun 1970.Mantan Type 205 kapal
selam U1 Jerman Angkatan Laut telah dilengkapi dengan 3000 tenaga kuda (2,2 MW)
satuan percobaan.
Tertutup Turbin Tenaga Uap
The
MESMA Perancis (Modul d'Energie Sous-Marine AUTONOME) sistem yang ditawarkan
oleh galangan kapal DCNS Perancis. MESMA tersedia untuk Agosta 90B dan
Scorpene-kapal selam kelas. Hal ini pada dasarnya adalah versi modifikasi dari
sistem propulsi nuklir mereka dengan panas yang dihasilkan oleh etanol dan
oksigen. Secara khusus, pembangkit listrik tenaga turbin uap konvensional
didukung oleh uap yang dihasilkan dari pembakaran etanol (alkohol gandum) dan
oksigen disimpan pada tekanan atmosfer 60. Ini tekanan-menembak memungkinkan
knalpot karbon dioksida yang dikeluarkan ke laut pada kedalaman tanpa kompresor
gas buang.
Setiap
sistem MESMA biaya sekitar $ 50-60 juta. Seperti dipasang pada Scorpene,
memerlukan menambahkan 8,3 meter yang baru (27 kaki), bagian lambung 305 ton
untuk kapal selam, dan hasil dalam kapal selam mampu beroperasi selama lebih
dari 21 hari di bawah air, tergantung pada variabel seperti kecepatan.
Mesin Siklus Stirling
HMS
Gotland di San Diego Swedia pembuat kapal Kockums telah membangun tiga kapal
selam Gotland kelas untuk Angkatan Laut Swedia yang dilengkapi dengan mesin
Stirling tambahan yang menggunakan oksigen cair dan bahan bakar diesel untuk
menggerakkan 75 kilowatt generator listrik baik untuk propulsi atau pengisian
baterai. Daya tahan kapal 1.500 ton adalah sekitar 14 hari pada 5 kn (5,8 mph;
9,3 km / jam).
Kockums
juga diperbaharui / upgrade kapal selam kelas Swedia Västergötland dengan
bagian plugin Stirling AIP. Dua kapal selam ini (Södermanland dan Östergötland)
dalam pelayanan di Swedia sebagai kelas Södermanland, dan dua di antaranya
adalah dalam pelayanan di Singapura sebagai kelas Archer (Archer dan Pendekar).
Kockums
juga mengirimkan mesin Stirling ke Jepang. Kapal selam Jepang yang baru ini
akan dilengkapi dengan mesin Stirling. Kapal selam pertama di kelas, Soryu,
diluncurkan pada tanggal 5 Desember 2007 dan dikirim ke Angkatan Laut pada
Maret 2009.The Swedish A26 kapal selam baru akan memiliki sistem Stirling AIP
sebagai sumber energi utamanya. Daya tahan terendam akan lebih dari 18 hari
pada 5 knot menggunakan AIP.
Sel Bahan Bakar
Kapal
selam tipe 212 dengan penggerak sel bahan bakar Angkatan Laut Jerman di dermaga
Siemens telah mengembangkan unit sel bahan bakar 30-50 kilowatt. Sembilan unit
ini dimasukkan ke dalam Howaldtswerke Deutsche Werft AG 1,830t kapal selam U31,
kapal memimpin untuk tipe 212A kelas Angkatan Laut Jerman. Perahu lain dari
kelas ini dan HDW yang AIP dilengkapi kapal selam ekspor (Dolphin kapal selam
kelas, Type 209 mod dan Type 214) menggunakan dua 120 kW modul, juga dari
Siemens.
Setelah
sukses Howaldtswerke Deutsche Werft AG dalam kegiatan ekspor, beberapa
pembangun telah mengembangkan unit mereka sendiri tambahan sel bahan bakar
untuk kapal selam, tetapi pada 2008 ada galangan kapal lain memiliki kontrak
untuk kapal selam sehingga dilengkapi AIP diimplementasikan pada S-80 kelas Angkatan
Laut Spanyol didasarkan pada bioetanol-prosesor (yang disediakan oleh
Hynergreen dari Abengoa, SA) yang terdiri dari ruang reaksi dan beberapa
reaktor Coprox menengah, yang akan mengubah BioEtOH menjadi kemurnian hidrogen
tinggi. Output feed serangkaian sel bahan bakar dari perusahaan UTC Daya (yang
juga disediakan sel bahan bakar untuk Space Shuttle).
Reformator
diberi makan dengan bioetanol sebagai bahan bakar, dan oksigen (disimpan
sebagai cairan dalam tekanan tinggi tangki kriogenik), menghasilkan hidrogen
sebagai sub-produk. Hidrogen yang dihasilkan dan lebih banyak oksigen
diumpankan ke sel bahan bakar.
Tenaga Nuklir
Reaktor
nuklir telah digunakan sejak tahun 1955 untuk kapal selam listrik, yang pertama
adalah USS Nautilus. Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia, India dan
Republik Rakyat Cina adalah satu-satunya negara yang saat ini beroperasi kapal
selam bertenaga nuklir. India, setelah berhasil mengembangkan reaktor miniatur
untuk aplikasi kapal selam, sedang mengembangkan kapal selam nuklir Arihant
kelas, yang pertama sedang menjalani persidangan laut dan induksi diharapkan
selama pertengahan 2012. India di masa
lalu telah menyewa sebuah Charlie kelas bertenaga nuklir kapal selam dari Rusia
dan berencana mengakuisisi dua kapal selam Akula digunakan kelas yang akan
digunakan untuk tujuan pelatihan. Banyak negara berkembang lainnya juga telah
berusaha untuk penelitian propulsi nuklir untuk digunakan kapal selam di masa
lalu, tapi dengan hasil yang mengecewakan. Namun, udara propulsi independen
adalah istilah yang biasanya digunakan dalam rangka meningkatkan kinerja kapal
selam konvensional didorong.
Ada
tetap menjadi saran untuk reaktor sebagai catu daya tambahan, yang tidak masuk
dalam definisi normal AIP. Sebagai contoh, telah ada usulan untuk menggunakan
reaktor 200 kilowatt kecil untuk daya tambahan (ditata oleh AECL sebuah
"baterai nuklir" untuk
meningkatkan kemampuan di bawah es kapal selam Kanada.
Post a Comment